Misbahol Munir - Okezone
Awan Panas Merapi (Daylife)
SLEMAN - Nama Ponimin mendadak tenar pascaerupsi Gunung Merapi. Ihwalnya, warga yang tinggal di Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta ini, sekeluarga selamat dari semburan awan panas yang bersuhu sekira 600 derajat celcius.
Sebelum awan panas alias wedhus gembel menerjang desanya, Hj Yati, istri Ponimin sempat mengalami peristiwa aneh. Yakni, didatangi seorang kakek tua berpakaian khas Jawa yang mengingatkannya untuk segera mengungsi.
Saat ditemui okezone, di rumahnya Jumat (29/30/2010), Hj Yati menceritakan peristiwa gaib tersebut yang diyakini menyelamatkannya dari kobaran awan panas. Ketika itu sekira pukul 17.50 WIB, dirinya akan melaksanakan salat Magrib yang bersamaan dengan berbunyinya sirine tanda pemberitahuan jika Merapi meletus.
"Saya mengambil mukena, dan salat magrib dengan tidak seperti biasa. Setelah salam langsung mengambil Alquran. Keluar dan mengaji di tengah jalan beraspal. Mengaji surat Alkahfi," tuturnya.
Baru setengah membaca surat tersebut, tiba-tiba dia berhenti karena di depan melihat ada seorang lelaki tua. "Dia memakai jarik bergambar wayang. Di belakang dia ada api merah sekali berbentuk segi empat," ungkap Hj Yati.
Lelaki tua itu lalu berkata dengan bahasa Jawa, "Kuwe nyingkiro, ngalio, aku arep ngenterke Kraton Ngayogyokarto (Kamu minggir, pindahlah, aku akan menghancurkan Krator Yogyakarta)."
Hj Yati langsung menyela ucapan pria tua tak dikenal itu dengan mengatakan, "ojo (jangan)" seraya membaca doa nurbuat. Menurut dia, orang tua itu bicara lagi, "Ratumu ono opo opone konbelo koyo ngene (Ratumu nggak ada apa-apanya kok dibela)."
Lantas Hj Yati menjawab lagi,"ojo (jangan)". Bapak tua kembali menyahutnya, "neng ngono aku ngobrak obrik kene (Kalau begitu aku akan merusak di sini aja)." Mendengar perkataan itu, Hj Yati tetap berkata, "ojo (jangan)".
Lebih lanjut dia mengutarakan setelah mengatakan jika Kraton Yogyakarta akan hancur, lelaki tua tersebut seketika menghilang dari pandangannya. Namun api yang berada di belakang laki-laki tua tadi justru mengejar dirinya. "Api itu mengejar saya. Saya langsung ke rumah dan menarik anak-anak," tuturnya.
Kelima anaknya kemudian dimasukan ke dalam mukena yang masih dikenakannya. Namun api yang dilihatnya itu terus mengejar hingga ke depan rumah. Sementara itu, suaminya Ponimin belum pulang ke rumah karena tengah mencari dadap serep dan daun awar-awar. Hal yang sama, kata Hj Yati, suaminya juga dikejar api.
Mereka akhirnya bertemu di depan rumah, kemudian bersama-sama lari dan masuk masuk ke kamar. Sehingga, dalam kamar tersebut ada tujuh orang, yakni Hj Yati, Ponimin, dan kelima anaknya yang kesemuanya berlindung dalam satu mukena.
Hj Yati juga menceritakan ketika mereka berlindung dalam mukena, Ponimin sempat melihat ponsel dan diketahui sudah ada 135 panggilan. "Saat itu bapak mengambil HP untuk meminta bantuan," imbuhnya. Sayangnya, petugas yang dihubungi tidak ada yang bersedia mengevakuasi lantaran semuanya telah mengungsi setelah ada peringatan Merapi akan meletus.
Saat itu, kata Hj Yati, hanya bisa pasrah dan memohon doa pada yang kuasa untuk diberi keselamatan dari luncuran wedhus gembel. Berkat belindung dalam mukena, Hj Yati, Ponimin dan kelima anaknya selamat. Ponimin hanya luka bakar di bagian telapak kaki.(ram)
0 komentar:
Posting Komentar